Friday 4 May 2012

Good Governance


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Masalah pemerintahan sebagai suatu kenyataan yang tak dapat di hindarkan dalam hidup setiap warganegara memiliki banyak arti bagi mereka, secara perorangan atau secara bersama-sama. Pemerintah adalah harapan dan peluang untuk mewujudkan hidup yang sejahtera dan berdaulat melalui pengelolaan kebebasan dan persamaan yang di miliki oleh warganegara. Pada sisi lain pemerintah adlah tantangan dan kendala bagi warganegara terutama ketika pemerintah terjauhkan dari pengalaman etika pemerintah. 1 Suatu masyarakat tanpa pemerintah adalah sebuah kekacauan massal. 2 Di dalam masyarakat manusia beradab di perlukan lebih banyak peraturan, di perlukan juga lebih banyak upaya dan kekuatan untuk menjamin bahwa peraturan-peraturan itu di taati.
Harapan lain yang ingn di wujudkan oleh setiap warganegara melalui proses pemerintahan adalah berlangsungnya kehidupan secara wajar, dalam semua bidang dan ukuran kehidupan mereka. Pemerintah pertama-tama di harapkan dapat membentuk kesepakatan warganegara tentang bingkai kepatutan dalam proses kehidupan kolektif warganegara. Dengan demikian, kebutuhan akan kehidupan yang wajar mensyaratkan kewajiban pemerintah untuk membentuk hokum yang adil  dan melakukan penegakkan hokum demi rasa keadilan tersebut pada semua warganegara. Untuk mewujudkan tujuan dan harapan tersebut, maka di perlukan suatu system pemerintahan yang baik dan efektif yang sesuai dengan prinsip-prinsip bersifat demokratis. 3 Konsep pemerintahan yang baik itu di sebut dengan good governance.
Sekarang muncul pertanyaan apa yang di maksud dengan pemerintahan yang baik itu, dan sejauh mana urgensinya? kami dari kelompok III akan mencoba membahasnya. Semoga apa yang telah di tuliskan dan di presentasekan bisa menambah wawasan kita. Yang notabenanya sebagai mahasiswa yang sedang menuntut ilmu. Amin...



B.     Rumusan Dan Batasan Masalah
a.     Apa Pengertian dan Urgensi Good Governance
b.     Bagaimana Prinsip Good Governance dalam kerangka Otonomi Daerah


BAB II
PEMBAHASAN

a.       Pengertian dan Urgensi Good Governance
Citra pemerintahan buruk yang di tandai dengan saratnya tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme ( KKN ) telah melahirkan sebuah fase sejarah politik bangasa indonesia dengan semangat reformasi. Istilah Good Governance secara berangsur menjadi populer baik di kalangan pemerintahan, swasta maupun masyarakat secara umum. Di Indonesia, istilah ini secara umum di terjemahkan dengan pemerintahan yang baik.[1]
Konsep pemerintahan terus berkembang sejalan dengan perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia. Dalam perkembangan penyelanggaraan pemerintahan, saat sekarang di kembangkan suatu bingkai baru penyelenggaraan pemerintahan yang di sebut good governance. Sebagai suatu konsep yang banyak di populerkan pada era 1990-an, good governance di artikan dan di definisikan secara beraneka ragam. Ada yang menghubungkannya dengan pelaksanaan hak asasi manusia dan ada pula yang melihatnya sebagai bagian dari prasyarat pembangunan berkelanjutan. Namun suatu hal yang mendasar, good governance hanya akan di jumpai pada system politik yang bersifat demokaratis.[2]
Rodhes (1996, 653) menyatakan bahwa governance menegaskan suatu perubahan dalam makna pemerintahan, yang menunjukkan suatu proses pemerintahan yang baru atau suatu kondisi yang berubah dari penguasaan yang tertata atau metode baru dengan mana masyarakat di perintah. Levefre (1998) menyatakan bahwa governance memaparkan sistem aktor dan bentuk baru tindakan publik yang di dasarkan pada fleksibilitas, kemitraan, dan partisipasi sukarela.[3]
Istilah Good Governance pertama kali di populerkan oleh lembaga dana international, seperti Word Bank, UNDP dan IMF karena berpandangan bahwa setiap bantuan international untuk pembangunan negara-negara di dunia, terutama negara berkembang, sulit berhasil tanpa adanya Good Governance di negara sasaran tersebut. Good Governance dapat di artikan sebagai tindakan atau tingkah laku yang di dsarkan kepada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan. Dengan demikian ranah Good Governance tidak terbatas kepada negara dan birokrasi pemerintahan saja, tetapi juga pada ranah masyarakat sipil yang di presentasikan oleh organisasi non-pemerintah sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan juga sektor swasta. Singkatnya, tujuan terhadap Good Governance tidak selayaknya hanya di tujukan kepada penyelanggara negara atau pemerintahan, melainkan juga pada masyarakat di luar struktur birokrasi pemerintahan yang secara getol dan bersemangat menurut penyelenggaran Good governance pada negara.[4]  
Sisi lain memaknai Good Governance  sebagai penerjemahan konkrit dari Demokrasi. Tegasnya, menurut taylor, Good Governance adalah pemerintahan demokratis seperti yang di praktikkan dalam negara-negara demokrasi maju di Eropa Barat dan Amerika misalnya. Demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan di anggap sebagai suatu sistem pemerintahan yang baik karena paling merefleksikan sifat-sifat Good Governance yang secara normatif di tuntut kehadirannya bagi suksesnya suatu bantuan badan-badan Dunia. Ia merupakan alternatif dari sistem pemerintahan yang lain seperti totalitarinisme komunis atau militer yang sempat populer di negara-negara dunia ketiga di masa perang dingin.[5] 
Wacana Good Governance mendapatkan relevansinya di Indonesia dalam pandangan masyarakat tranparansi Indonesia. Paling tidak dengan tiga sebab utama: Pertama, krisis ekonomi dan politik yang masih terus menerus dan belum ada tanda-tanda akan segera berakhir; Kedua, masih banyaknya korupsi dan berbagai bentuk penyimpangan dalam penyelenggaraan negara; Ketiga, kebiijakan otonomi daerah yang merupakan harapan besar bagi proses demokratisasi dan sekaligus kekhawatiran akan kegagalan program tersebut. Alasan lain adalah masih belum optimalnya pelayanan birokrasi pemerintahan dan juga sektor swasta dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan publik.[6]

Pada dasarnya konsep Good Governance memberikan rekomendasi pada sistem pemerintahan yang menekankan kesetaraan antara lembaga-lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun daerah, sektor swasta dan masyarakat Madani. Good Governance/Good Government dalam pandangan ini berarti suatu kesepakatan menyangkut peraturan negara yang di ciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat madani (civil society), dan sektor swasta, kesepakatan tersebut mencakup keseluruhan bentuk mekanisme, proses dan lembaga-lembaga di mana warga dan kelompok masyarakat mengutarakan kepentingannya, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan di antara mereka. Sebagaimana yang telah di definisikan UNDP (United Nations Development Programme) adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut bisa di katakan baik (good dan sound) jika di lakukan dengan efektif dan efisien, renponsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntable serta transparan.[7]
Sedarmayanti dalam bukunya menyatakan bahwa suatu pemerintahan menerapkan konsep Good Governance agar pemerintah itu memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam menanggulangi korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), sehingga tercipta pemerintahan yang bersih public goog dan services sebagaimana yang di harapkan oleh masyarakat. Dengan proposisi dan pendapat demikian itu tampak bahwa konsep Good Governace berkembang sebagai kelanjutan dari konsep good government. Kedua konsep ini saling berkaitan, namun berbeda, setidaknya dalam fokus maknanya. Keterkaitannya adlah kedua konsep bermuara pada tujuan mewujudkan pemerinthan yang bermanfaat bagi kesejahteraan dan kedaulatan rakyat. Sedangkan bedanya terletak pada fokus masing-masing: good government pada institusi, good governance pada proses.[8]
Sesuai dengan pengertian di atas, maka pemerintahan yang baik itu adalah pemerintahan yang baik dalam ukuran proses maupun hasil-hasilnya. Semua unsur dalam pemerintahan bisa bergarak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat dan lepas dari gerakan-gerakan anarkis yang bisa menghambat proses dan lajunya pembangunan. Pemerintahan itu dapat di katakan baik , jika produktif dan memperlihatkan hasil dengan indikator kemampuan ekonomi rakyat meningkat baik dalam aspek produktifitas maupun dalam daya belinya, kesejahteraan spiritualnya terus meningkat dengan indikator rasa aman, tenang dan bahagia serta sense of nationality yang baik. Semua indikator tersebut di ukur dengan paradigma pemerataan, sehingga kesenjangan itu secara dini terus di perkecil.[9]
Kendati diawali tawaran oleh badan-badan international, namun cita good governance kini sudah menjadi bagian diskursus (perdebatan) serius dalam wacana pengembangan pardigma birokrasi dan pembangunan kedepan. Dari berbagai hasil kajiannya, lembaga Administrasi Nagara (LAN) telah menyimpulkan berbagai karakterisistik dari good governance yang di tinjau dari aspek fundamental dalam perwujudannya., yaitu :
1.    Akuntabilitas (Bertanggung jawab)
Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat bertanggungjawab kepada publik dan lembaga stakeholders. Atau bisa dikatakan sebagai pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Gunanya adalah untuk mengontrol dan menutup peluang terjadinya penyimpangan seperti KKN.[10]

2.    Keterbukaan (transparasi)
Affan Gaffar menegaskan bahwa untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa sesuai dengan cita-cita good governance seluruh mekanisme pengelolaan negara harus di lakukan secara terbuka.[11] Aspek mekanisme pengelolaan negara yang harus di lakukan secara terbuka adalah
·         Penetapan posisi,kedudukan,dan jabatan
·         Kekayaan pejabat publik
·         Pemberian penghargaan
·         Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
·         Kesehatan
·         Moralitas pejabat dan aparatur pelayanan publik
·         Keamanan dan ketertiban
·         Kebijakan dan ketertiban
·         Kebijakan strategis untuk pecerahan kehidupan masyarakat

3.    Partisipasi
Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun secara institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya.[12]

4.    Penegak Hukum ( Rule of law)
Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum, kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa perbedaan terutama hukum hak asasi manusia. Proses mewujudkan cita good governance, harus di imbangi dengan komitmen untuk menegakkan rule of law, dengan karakter-karakter antara lain sbb :
a.       Supremasi hukum ( the supremasi of law )
b.      Kepastian hukum (legal certainly)
c.       Hukum yang responsif
d.      Penegak hukum yang kosisten dan non-diskriminatif
e.       Indenpendensi peradilan[13]

5.    Daya Tanggap (responsif)
Asas responsif adalah bahwa pemerintah harus responsif terhadap persoaalan-persoalan masyarakat. Pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakatnya jangan menunggu mereka menyampaikannya keinginannya, tetapi mereka secara proaktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat, untuk kemudian melahirkan berbagai kebijakanstrategis guna memenuhi kepentingan umum.[14]

6.    Orientasi konsensus
Asas ini menyatakan bahwa keputusan apapun harus di lakukan proses musyawarah melalui konsesnsus. Paradigma ini harus di kembangkan dalam konteks pelaksanaan pemerintahan, karena urusan yang mereka kelola adalah persoalan-persoalan publik yang harus di pertanggungjawabkan kepada rakyat. Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara partisipatif, maka akan semakin banya aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili.[15]

7.    Kesetaraan keadilan (equity)
Clean and goodgovernance. Asas Equity, yakni kesamaan dalam perlakuan (treatment) dan pelayanan.[16]

8.    Efektivitas (effectiveness) dan efesiensi (efficiency)
Pemerintahan yang baik juga harus memenuhi kriteria efektuvitas dan efesiensi, yakni berdayaguna dan berhasilguna. Kriteria efektivitas biasanya di ukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Sedangkan efesiensi biasanya di ukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat.[17]

9.    Visi strategis (strategic vision)
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam kerangka perwujudan goodgovernance, karena perubahan dunia dengan kemajuan teknologinya yang begitu cepat.[18]

Untuk mewujudkan cita goodgovernance dengan asas-asas fundamental sebagaimana telah di paparkan di atas,setidaknya harus melakukan lima aspek prioritas. Yakni :
·         Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan yaitu DPR,DPD,dan DPRD.
·         Kemandirian lembaga peradilanya yaitu yudikatif
·         Aparatur pemerintahan yang profesional dan penuh integritas yaitu birokrasi
·         Masyarakat madani (civil society) yang kuat dan partispatif yaitu masyarakat sipil.
·         Penguatan upaya otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999.tentang otonomi daerah dan telah memberikan kewenangan pada daerah untuk melakukan pengelolaan sektor-sektor tertentu, seperti sektor kehutanan,pariwisata, koperasi, pertanian pendidikan dan lain-lain.[19]
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan arti penting atau keurgensian dari Goodgovernance di Indonesia yaitu:
a.       Memberantas korupsi,kolusi dan nepotisme(KKN). Masih banyaknya korupsi dan penyimpangan dalam penyelenggaraan negara di Indonesia memicu munculnya reformasi dengan salahsatu issue reformasi yang fundamental yaitu recovery economy dari unsur KKN dengan cara menjalankan Goodgovernace di Indonesia.[20]
b.      Memperbaiki sistem pemerintahan atau tata kenegaraan  yang selama ini bobrok dan di gerogoti unsur KKN, sehingga terwujud suatu pemerintahan yang bersih yang sesuai dengan keinginan warganegara indonesia.[21]
c.       Pelayanan publik, salah satu tugas pokok pemerintahan adalah memberikan pelayanan publik seperti pelayanan jasa kepada masyarakat. Pelayanan publik ini tidak hanya di tekankan kepada pemerintah, tetapi juga pada sektor swasta guna memenuhi kebutuhan atau kepentingan masyarakat.[22]
d.      Pelaksanaan otonomi daerah kebijakan otonomi daerah merupakan harapan besar bagi proses demokrasi dan sekaligus kekhawatiran akan kegagalan program tersebut. Alas an lain adalah masih belum optimalnya pelayanan birokrasi pemerintahan dan juga sektor swasta dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan publik. Ini menjadi salah satu sebab utama mengapa Goodgovernance mendapatnya relevansinya di Indonesia.[23]
e.       Perwujudan nilai demokrasi. Negara indonesia menganut paham Demokrasi pancasila sebagai falsafah hidup bernegara. Goodgovernance mampu merefleksikan nilai-nilai demokrasi karena dalam konsep goodgovernance pada dasarnya menekankan kesetaraan antara lembaga-lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun daerah sektor swasta dan msyarakat madani.[24]
f.       Terselenggarahnya goodgovernance merupakan prasyarat utama mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara.[25]
g.      Pengelolaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang dirumruskan bersama oleh pemerintah dan komponen masyarakat[26]


                            


b.  Prinsip Good Governance Dalam Kerangka Otonomi Daerah
Dari segi pemunculannya adanya lembaga pemerintah daerah merupakan pencerminan dari  pelaksanaan prinsip desentralisasi. Sebagai suatu prisip yang di gunakan dalam penyelelenggaraan pemerintahan modern, desentralisasi menyajikan banyak hal bagi kemanfaatan dan kesejahteraan kehidupan masyarakat di tingkat lokal.
Dalam telaah konseptual, desentralisasi umumnya di pahami bersisi ganda, yakni meningkatakan efesiensi dan efektifitas administrasi pemerintahan nasional dan mengaktualkan representasi lokalitas. Suatu hal yang nyata dari aspek desentralisasi itu adalah keinginan untuk mendekatkan pemerintah dan masyarakat. Dengan perkataan lain dapat di kemukakan bahwa desentralisasi akan memungkinkan terselenggarahnya pemerintahan yang demokratif dan partisipatif.[27]
Dalam konteks makna yang  demikian itu, desentralisasi pada dasarnya akan berfokus pada persoalan pelaksanaan dan pengembangan otonomi daerah, yakni sampai seberapa jauh suatu pemerintah dan masyarakat dapat memenuhi aspirasi mereka berdasarkan prakarsa dan kegiatan pengelolaan oleh mereka sendiri. Melalui pemahaman bahwa desentralisasi merupakan upaya mengelola suatu kondisi daerah yang bervariasi baik dalam lingkup maupun dalam derajatnya, maka penyelenggaraan desentralisasi berlangsung di atas berbagai prinsip:[28]
·         Prinsip pendemokrasian yakni melalui desentralisasi akan dapat di bangun suatu kehidupan pemerintahan yang demokratis. Bahwa sesungguhnya penyelenggaraan desentralisasi hanya dapat berlangsung di mulai dalam kehidupan pemerintahan yang demokratis.
·         Prinsip keanekaragaman. Desentralisasi pada dasarnya merupakan perwujudan pengakuan akan adanya keadaan daerah yang berbeda. Melalui desentralisasi, keadaan yang berbeda-beda, dapat di kelola dengan responsif, efektif dan efisien.
·         Prinsip solidaritas. Melalui desentralisasi dapat di harapkan terwujud kesempatan pemerintah dan masyarakat pada tingkat lokal, untuk mengambil prakarsa utama dan pertama, dalam membuat kebijakan dan program sesuai keutuhan; keadaan dan potensi yang mereka miliki.

Otonomi daerah di satu sisi memberi kesempatan yang sangat besar kepada pemerintah dan masyarakat daerah untuk mempunyai kewenangan mengatur dan melayani pemenuhan kebutuhan mereka dalam rangka hidup bermasyarakat, berbangsa dan berNegara. Namun demikian, sejumlah kewenangan yang di berikan oleh pemerinta nasional itu tidak secara otomatis berarti segera terwujudnya kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat daerah. Untuk dapat bermakna positif  bagi masyarakat daerah, otonomi daerah masyaratkan terbentuknya suatu kondisi kondusif terlebih dahulu, atau paling tidak, di wujudkan seiring dengan implementasi otonomi daerah tersebut.[29] 
Good Governance dalam kaitannya dengan otonomi daerah yaitu Good Governance sebagai faktor kunci dalam otonomi daerah karena penyelenggaraan otonomi daerah pada dasarnya akan betul-betul terealisasi dengan baik apabila di laksanakan dengan memakai prinsip-prinsip good governance. Desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik (goodgovernance) dan pembangunan regional menjadi topik utama di United Nations Center of Regional Development (UNCRD) sejak pertemuan Nagoya pada tahun 1981. Hal tersebut di ikuti dengan perhatian yang lebih mendalam terhadap bebagai pandangan dan pengalaman negara-negara dalam mendesain dan mengimplementasikan program-program pembangunan, berbagai literatur mengenai desentraliasasi sebagai mana di kemukakan oleh Walter O. Oyugi memberikan penekanan bahwa desentralisasi merupakan prasarat bagi terciptanya Good Governance. Dasar asumsinya adalah bahwa Good governace menyangkut situasi di mana terdapat pembagian kekusaan (power sharing) antara pusat dan daerah dalam proses pengambilan keputusan.[30]
Pemerintah lokal sebagai salah satu bentuk desentralisasi memberikan kontribusi bagi lokal self-government, dengan asumsi bahwa local self-goverment juga memiliki makna tersebut. Alasan lainnya adalah bahwa pemerintahan lokal akan memelihara berbagai penerimaan masyarakat (grasroot) terhadap demokrasi. Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan daerah, dari sentralisasi ke desentralisasi, dari terpusatnya kekusaan pada pemerintah dan pemerintah daerah (Eksekutif) ke power sharing antara eksekutif dan legislatif daerah, harus di follow-up dengan berbagai perubahan manajemen pemerintahan daerah.[31]  
Dari sisi manajemen pemerintahan daerah harus terjadi perubahan nilai yang semula menganut proses manajemen yang berorientasi kepada kepentingan internal organisasi pemerintah ke kepentingan eksternal di sertai dengan peningkatan pelayanan dan pendelegasian sebagai tugas pelayanan pemerintah kepada masyarakat, dalam rangka membangun good governance di daerah prinsip-prinsip fundamental yang menopang tegaknya good governance harus di perhatikan dan di wujudkan tanpa terkecuali. Penyelenggaraan otonomi daerah pada dsarnya akan betul-betul terealisasi dngan baik apabila di laksanakan dengan memakai prinsip-prinsip good governance. Bahkan sebenarnya otonomi daerah dengan bebagai seluk beluknya seperti yang telah di jelaskan. Telah memberi ruang yang lebih kondusif bagi terciptanya good governance.[32]   

   

                  









           


   


BABIII
PENUTUP

a.   Kesimpulan
Dari penjabaran di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa Citra pemerintahan yang buruk yang di tandai dengan maraknya tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) telah melahirkan sebuah fase sejarah politik bangsa Indonesia dengan semangat reformasi.salah satu isu reformasi yang di wacanakan adalah good governance. Konsep good governance sendiri berkembang sebagai kelanjutan dari konsep good goverment. Ke dua konsep ini memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah menuju pemerintahan yang bermanfaat dan mensejahterahkan rakyat. Sedangkan perbedaanya adalah good governance lebih fokus pada proses dan good government pada institusi.  Berbicara mengenai keurgensiannya, good governance mamiliki arti yang sangat penting. Di mana perannya adalah untuk memberantas KKN, memperbaiki sistem pemerintahan, pelaksanaan otonomi daerah, perwujudan nilai demokrasi, dan pengelolaan pemerintahan itu sendiri.
Dalam rangka membangun good governance di daerah, prinsip-prinsip fundamental yang menopang tegaknya good governnance harus di perhatikan dan di wujudkan tanpa terkecuali, penyelenggaraan otonomi daerah pada dasarnya, akan betul-betul terealasasi dengan baik apabila di laksanakan dengan memakai prinsip-prinsip good governanace, bahkan sebenarnya otonomi daerah dengan berbagai seluk beluknya seperti yang telah di jelaskan telah membari ruang yang lebih kondusif bagi terciptanya good governance. Demikianlah pembahasan yang mengangkat topik mengenai Good governance yang di telah tulis dengan menggunakan berbagai referensi buku dan internet. Semoga apa yang di presentasekan dapat memberikan manfaat bagi kita mahasiswa islam indonesia. Afwan jiddan, jika banyak kesalahan dalam penulisan maupun presentasenya, sesungguhya kesalahan itu datang dari keterbatasan pengetahuan dan ilmu yang kami miliki.

b.  Saran
sebagai masyarakat intelektual(Mahasiswa) kita harus memiliki kepekaan sosial, melihat kondisi pemerintahan yang carut marut seperti sekarang ini peran mahasiswa sangat di harapkan untuk bisa menetralisirnya atau memberikan masukan yang bersifat mendorong dalam menuju perubahan. Kakunya kita sebagai mahasiswa akan menambah derita bangsa ini, begitu banyak media masa yang  mengekspose bermacam perilaku atau perbuatan yang di lakukan oleh wakil kita di atas sana (goverment), mulai dari tindakan melanggar hukum yang khas pada bangsa ini yaitu (KKN), ketidak adilan hukum dan bermacam skandal lainnyaa, yang tidak terdeteksi oleh pihak yang berwajib maupun media masa . Meskipun kadang kala kita sering di discretditkan atau di anggap sebagai golongan yang belum memiliki kapasitas maupun kapabilitas tidak menutup kemungkinan suatu saat kita yang akan merubah keadaan bangsa ini. InsyaAllah..amin...maka dari itu marilah kita bersungguh-sungguh dalam menimba ilmu. dan janganlah takut untuk menyuarakan aspirasi rakyat. Sesungguhnya mahasiswa itu tidak hidup untuk dirinya sendiri melainkan di butuhkan oleh orangs banyak  , dengan kata lain sebagai kontrol sosial. Dan marilah kita dukung pemerintahan yang ada sekarang ini, agar cita Good governance atau pemerintahan yang clear yang di cita-citakan selama ini bisa terealisasikan. HIDUP MAHASISWA......!!!!!!





















DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi., “Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani” Jakarta : ICCE  UIN Syarif Hidayatullah, 2000
Ubaidilah, A., “Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani” Jakarta : UIN Jakarta, 2000
Suny, Ismail., “Mekanisme Pemerintahan dan Demokrasi Pancasila” Jakarta : Aksarabaru, 1987
Widjaja, HAW., “Otonomi Daerah dan Daerah Otonom” Jakarta : PT. RajaGrafindo, 2002


[1]  Azyumardi Azra, ”Demokarasi,HAM,Masyarakat Madani” (cet 1, Jakarta : ICCE UIN  Syarif Hidayatullah, 2000), hlm  179
[2]  www.government.com
[3]  www.Goodgovernance.com
[4]  A Ubaidillah “Demokrasi,HAM,dan Masyarakat Madani” (cet 1, Jakarta : IAIN Jakarta, 2000)hlm 188
[5]  Op.cit,.hlm..181
[6]  Op.cit,..hlm.180
[7]  Ismail Suny, “Mekanisme Pemerintahan dan  Demokrasi Pancasila”  ( cet 6, Jakarta: Aksarabaru, 1987), hlm..17   
[8]  www.Negara.com
[9]  Op.cit, A. Azra..hlm 181-182
[10]  www.goodgovernance.com
[11]  www.goodgovernance.com
[12] www.goodgovernance.com
[13]  Op.cit. A, Azra..hlm 183-184
[14]  www.goodgovernance.com
[15]  www.goodgovernance.com
[16]  Op.cit..hlm..186
[17]  Op.cit..hlm..186
[18]  Op.cit..hlm..187
[19]  op.cit..hlm..190-192
[20]  www.negara.com
[21]  www.negara.com
[22]  www.negara.com
[23]  www.goodgovrnance.com
[24]  www.demokrasi.com
[25]  www.goodgovernance.com
[26]  Op.cit..Ismail Suny..hlm..20
[27]  Op.cit,.A. Azra..hlm..193
[28]  www.otonomi.com
[29]  Haw. Widjaja “otonomi daerah dan daearh otonom”  (cet 2, Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2002) hlm 188
[30]  www.Goodgovernance.com
[31]  Www.government.com
[32]  www.government.com

No comments:

Post a Comment